Kali ini ane ingin berbagi sebuah artikel dari saudara
Natalius Abidin yang menulis tentang sebuah peristiwa bersejarah yang nyaris terlupakan.
Salah Satu Pemakaman Masal di Mandor
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya, begitu yang sering saya dengarkan. Begitu juga dengan bangsa ini jika ingin menjadi besar adakah juga harus mengenang jasa-jasa atas para pahlawannya yang berjuang dengan berbagai cara membela negara, mewujudkan kemerdekaan negara ini maupun mengisi kemerdekaan tersebut.
Berbicara pahlawan, kita tak bisa lepas dari jaman pergerakan kemerdekaan yang melahirkan manusia-manusia hebat, anak bangsa terbaik yang berani mati, berani mengorbankan apapun demi bangsanya, mulai dari Cut Nyak Dien, sampai Kristina Marta Tiahahu, mulai dari Pangeran Diponegoro sampai Pangeran Antasari. Mulai dari Tuanku Imam Bonjol Sampai Dwi Tunggal Bung Karno dan Bung Hatta, itu hanya segelintir masih banyak lagi nama-nama yang tak dapat disebutkan satu persatu bahkan banyak para pahlawan bangsa ini tidak diketahui namanya.
Masing-masing daerah di Indonesia memiliki putra-putri bangsa yang memikirkan nasib bangsanya untuk dapat keluar dari belenggu penjajahan baik itu pada jaman penjajahan Belanda maupun penjajahan Jepang, tak terkecuali di daerah saya yakni di Kalimantan Barat.
Selain tanggal 10 November masyarakat Kalimantan Barat secara khusus juga memiliki hari khusus untuk memperingati jasa-jasa para pejuang yakni pada tanggal 28 Juni, untuk memperingati dan mengenangkan jasa-jasa dan pengorbanan 21.037 korban Tragedi Mandor, yang jumlah tersebut ditolak oleh Jepang dan menganggap hanya membunuh 1000 orang saja. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2007 tentang Peristiwa Mandor yang menetapkan 28 Juni Sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Masyarakat kalimantan Barat memperingatinya dengan memasang bendera setengah tiang di halaman rumah maupun halaman kantor pemerintahan dan swasta. Selain itu melalui Pergub Nomor 3 Tahun 2011 mengatur bahwa lokasi peringatan Hari Berkabung Daerah Tingkat Provinsi dilaksanakan di Makam Juang Mandor, Kecamatan Mandor Kabupaten Landak, sedangkan untuk tingkat pemerintah kota ataupun kabupaten, peringatan dilaksanakan di wilayah masing-masing.
Peristiwa Mandor sendiri adalah sebuah peristiwa pembantaian massal yang dilakukan oleh tentara-tentara Jepang, Peristiwa ini juga dikenal dengan istilah sungkup oleh masyarakat Kalimantan Barat, yakni kepala para korban keganasan penjajahan Jepang ini ditutupi menggunakan karung dan digiring ke Mandor sebelum di eksekusi dengan cara ditembak atau dipancung. Peristiwa ini terjadi antara September 1943 dan awal 1944, dan 28 Juni 1944 merupakan hari pengeksekusian para korban yang telah ditangkap dan disungkup. Yang menjadi Korban dalam Peristiwa Mandor Berdarah ini adalah yang dianggap oleh pihak Jepang sebagai kaum cerdik pandai, cendikiawan, para raja, sultan, tokoh masyarakat, serta orang-orang etnis Cina, serta para pejabat.
Raja Tayan, Salah Satu Korban Tragedi Mandor
Tetapi miris, peristiwa yang meneteskan darah para Pahlawan bangsa ini seolah nyaris terlupakan, setiap 28 Juni masih banyak masyarakat yang tidak turut serta mengibarkan bendera setengah tiang untuk mengenangnya, bahkan ada yang lupa dan bertanya “ada apa bendera dikibarkan pada hari ini?” Selain itu bentuk penghargaan kepada para pejuang dalam peristiwa ini seperti penganugerahan gelar Pahlawan Nasional juga tak menyentuh 1 nama pun dari 21.037 orang tersebut. Darah mereka seperti sia-sia.
Sungguh penjajahan adalah suatu hal yang mengerikan dan jangan sampai dilakukan oleh bangsa manapun di dunia, Peristiwa Mandor adalah salah satu contohnya, peristiwa Genosida atau pembantaian suatu etnis, atau kaum/bangsa.
Selain Peristiwa Mandor bukan satu-satunya peristiwa atau usaha pergerakan dan perlawanan Bangsa Indonesia di Kalimantan Barat, Masyarakat Kalimantan Barat juga mengenal nama-nama seperti Pangsuma yang merupakan Pejuang Kemerdekaan yang berjuang di daerah Meliau Kabupaten Sanggau, Sultan Hamid II yang merupakan perancang lambang negara ini, serta nama-nama seperdi Djeranding, Gusti Sulung Lelanang. Gusti Hamzah, M. Sood, Gusti Situt Mahmud, dan lainnya yang terkenal dengan istilah Digulis, pejuang dari Kalbar yang turut serta di buang ke Boven Didul. Namun nama-nama diatas belumlah dikenal bangsa ini, darah dan perjuangan mereka bahkan belum dianggap pantas untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Negara ini, menurut catatan saya Provinsi Kalimantan Barat hanya mencatatkan Satu orang Pahlawan Nasional yakni Abdul Kadir Gelar Raden Temenggung Setia Pahlawan, yang berasal dari Kabupaten Sintang. Apakah Kalimantan Barat tidak turut berjuang dalam upaya meraih kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia?
Namun berbagai catatan sejarah sudah seharusnya dijadikan oleh anak bangsa terutama kita yang ada pada saat ini agar dapat mengenang jasa-jasa mereka yang mempertaruhkan segalanya demi kemerdekaan bangsa ini, serta dapat menjadi contoh serta teladan agar bersemangat dalam upaya mengisi kemerdekaan yang telah dicapai dengan susah payah ini.