Spot Iklan Utama

Alt/Text Gambar

IDFL.me Radio



Windows Media Player Real Player Winamp iTunes

Tradisi Bayar Niat Di Keraton Sambas

Label:

Sambas (Antara Kalbar) - Sebagian besar masyarakat Kabupaten Sambas, melakukan kunjungan untuk berwisata ke Keraton Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas, ada juga pengunjung yang bertujuan untuk bayar niat (nazar) atau ucapan syukur.

"Saya berkunjung ke Keraton Sambas, karena jauh hari sebelumnya berniat akan berkunjung ke sini kalau apa yang saya capai telah tercapai," kata Izar salah seorang pengunjung Keraton Alwatzikhoebillah ditemui beberapa waktu lalu.

Ayah tiga anak tersebut berharap diberikan keturunan anak laki-laki. "Alhamdulillah pada awal bulan Agustus lalu istri saya melahirkan anak laki-laki," ujarnya.

Menurut dia bayar niat bisa saja dilakukan dengan bersedekah, memohon doa pada Allah SWT dan lainnya. "Tetapi karena niat awal saya, yakni akan berkunjung ke Keraton Sambas, maka niat itu baru kali ini bisa dilaksanakan," ujarnya.

Sementara itu, Raden Dewi Kencana (51) salah satu kerabat keraton Sambas menyatakan berbagai tujuan masyarakat yang berkunjung ke Keraton Sambas, ada yang memang ingin melihat-lihat, berwisata, dan ada juga yang bayar niat.

Keraton Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas yang dibangun megah pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931-1943), sultan ke-15 Kesultanan Sambas, tetap menjadi kebanggaan warga Sambas.

Bangunan keraton yang awal pembangunannya menelan biaya sekitar 65.000 gulden itu kini dipercayakan kepada Pemangku Kesultanan Sambas Pangeran Ratu M. Tarhan Winata Kesuma, sejak 2008 setelah ayahnya Pangeran Winata Kesuma telah meninggal.

Raden Dewi Kencana yang merupakan keturunan raja Sambas yang kesembilan itu menyatakan, mulai dibukanya bagi masyarakat umum yang ingin menyaksikan secara langsung Istana Alwatzikhoebillah baru beberapa tahun ini.

"Dulu Istana Alwatzikhoebillah baru dibuka pada hari-hari tertentu saja, tetapi sekarang sudah terbuka bagi masyarakat yang akan melihat secara langsung peninggalan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin," ungkapnya.

Sampai-sampai, menurut dia, masyarakat bisa secara langsung masuk ke kamar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin, yang dahulunya tidak boleh dibuka atau dimasuki oleh masyarakat biasanya.

"Rata-rata masyarakat yang berkunjung ke sini untuk bayar niat (nazar)," ujarnya.

Bayar niat dimaksud, yakni apabila seseorang berniat setelah sukses atau sembuh dari penyakit akan berkunjung ke kerabat dan Keraton Kesultanan Sambas, kata Raden Dewi Kencana.

Kota tua

Kota Sambas merupakan salah satu kota tertua di Pulau Kalimantan yang mampu bertahan hingga kini. Dari pusat kota, sekitar satu kilometer ke arah timur laut, saksi sejarah kota tua Sambas masih berdiri, yakni keraton Kesultanan Sambas yang bernama kesultanan Alwatzikhoebillah.

Kesultanan Sambas, menurut sejarawan, mulai berdiri sejak pemerintahan Sultan Muhammad Shafiuddin I (1631-1668).

Namun bangunan keraton yang berdiri menghadap Muara Ulakan (persimpangan tiga sungai, yakni Sungai sambas Kecil, Sungai Teberau dan Sungai Subah) didirikan mulai Sultan ke-2, Sultan Muhammad Tajuddin I (Raden Bima) yang berkuasa tahun 1668-1708.

Sedang bangunan keraton yang ada kini berdiri merupakan pembangunan kembali pada zaman Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin yang memerintah Sambas pada tahun 1931-1944.

Seperti halnya keraton etnis Melayu lainnya, warna kuning emas sangat mendominasi warna bangunan istana, yang tegak dengan bahan kayu belian (kayu besi).

Warisan budaya ini terawat cukup baik, dan masih bisa bercerita tentang kejayaan daerah Sambas di zamannya.

Bagi wisatawan yang berkunjung ke keraton, tidak dipungut bayaran. Wisatawan sebelum memasuki keraton utama yang menghadap ke barat itu akan memasuki gerbang segi delapan dengan hamparan halaman depan yang luasnya hampir sama dengan lapangan sepak bola.

Di tengahnya terdapat tiang bendera yang bentuknya menyerupai tiang pancang bendera di kapal besar. Di sekitar tiang terdapat tiga meriam canon yang siap menjaga tiang bendera, konon didapatkan dari pasukan Inggris.

Di sisi lapangan sebelah Utara terdapat masjid jamik keraton yang bangunannya juga kokoh dari kayu belian. Masjid agung bagi keraton Sambas itu asal mulanya kecil seperti mushola, namun pada tahun 1885 mulai dikembangkan menjadi masjid Jamik (masjid agung).

Warna masjid juga didominasi kuning emas dengan beberapa bagian diselingi warna hijau. Namun untuk tempat berwudhu sudah berubah dari aslinya, karena bentuknya merupakan bentuk bangunan baru.






0 komentar:

Posting Komentar